Breaking News

Rekam Jejak Gembong Narkoba DPO Interpol Fredy Pratama alias Miming


Tabloidbijak.co - Nama gembong narkotika Fredy Pratama alias Miming, asal Kalimantan Selatan (Kalsel), menjadi sorotan. Fredy diketahui terlibat kasus Transnational Organized Crime (TOC) narkotika dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Selain itu, Fredy juga menjadi buronan polisi di tiga negara, yakni Indonesia, Thailand dan Malaysia.

“Bersangkutan ini mengedarkan narkoba di Indonesia dari Thailand, dan daerah operasinya yaitu di Indonesia dan Malaysia Timur," ungkap Kabareskrim Polri, Komjen Pol Wahyu Widada, Rabu (13/9/2023).

Aset Fredy di Kalsel

Sementara itu, salah satu tersangka yang terlibat dalam sindikat Fredy adalah Lian Silas. 

Silas diketahui merupakan ayah dari Fredy dan diduga terlibat dalam kasus TPPU.

Lalu, dari hasil penyelidikan sementara, sejumlah aset Fredy tersebar di tiga kota di Kalsel, yaitu Banjarmasin, Banjarbaru, dan Martapura.

Aset itu adalah hotel, kafe, dan restoran.

 Selain itu, mereka juga memiliki empat mobil mewah dan sebuah motor gede atau moge.

"Jika dirinci, ada 14 aset tak bergerak dan 5 aset bergerak. Aset ini tersebar di Banjarmasin, Banjarbaru dan Martapura," ungkapnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Wahyu Widada menyebut jaringan sindikat narkoba jaringan internasional Fredy beroperasi sangat rapi dan terstruktur.

Hal itu diketahui setelah Bareskrim menangkap puluhan tersangka sindikat tersebut di beberapa polda.

Dari penyelidikan, Bareskrim menemukan adanya kesamaan modus operandi dalam pengungkapan sejumlah kasus narkoba itu. 

Saat ini Polri masih berupaya melacak Fredy untuk diproses secara hukum.

"Jaringan Fredy Pratama boleh dikatakan sebagai sebuah jaringan yang rapi," kata Wahyu dalam konferensi pers di Lapangan Bhayangkara, Mabes Polri, Jakarta, Selasa (12/9/2023).

Punya Nama Samaran

Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Wahyu Widada menyebut, Fredy Pratama sempat terdeteksi dan mengendalikan peredaran gelap narkoba dari Thailand.

Fredy merupakan bandar besar sindikat peredaran gelap narkoba jaringan internasional yang hingga kini buron.

“Yang bersangkutan ini mengendalikan peredaran narkoba di Indonesia dari Thailand,” ucap Wahyu dalam konfrensi di Lapangan Bhayangkara, Mabes Polri, Jakarta, Selasa (13/9/2023).

Wahyu juga menyebut, wilayah operasi peredaran narkoba jenis sabu dan ekstasi yang dilakukan sindikat Fredy ada di Indonesia dan Malaysia bagian timur.

Selain itu, Fredy memiliki banyak nama samaran. Hal ini terungkap setelah Polri membongkar sindikatnya. 

Fredy pratama alias Miming dengan nama samaran di komunikasinya The Secret, Casanova, Airbag, dan Mojopahit,” ucap dia.

Terkait keberadaan Fredy, polisi mencarinya dengan menggandeng pihak Kepolisian dan Imigrasi di Thailand.

Dalam kesempatan yang sama, pihak Kepolisian Thailand menyebut, buron kasus narkoba itu sudah keluar dari Thailand.

Namun, pihak Kepolisian Thailand belum mau mengungkap temuan Riwayat perjalan Fredy itu kepada publik. Sebab, hal ini akan dikoordinasikan dengan pihak Indonesia.

“Fredy Pratama telah meninggalkan Thailand. Tujuannya telah diketahui tetapi belum bisa disampaikan kepada pers karena hal itu harus dikoordinasikan dengan Indonesia lebih dahulu,” ucap Royal Thai Police Pol Maj Gen Phanthana Nutchanart dalam konferensi pers.

Total 884 tersangka

Dari sekitar 408 laporan yang masuk pada periode 2020-2023, polisi menetapkan total 884 tersangka yang terafiliasi dengan sindikat narkoba Fredy Pratama.

Wahyu menyampaikan, para tersangka yang telah ditangkap memiliki peran berbeda-beda sesuai dengan tugasnya masing-masing.

Eks Asisten SDM Kapolri ini juga mencontohkan peran dari beberapa tersangka.

Misalnya, inisial K alias R berperan sebagai pengendali operasional.

Kemudian, MFN alias D berperan sebagai pengendali keuangan.

AR sebagai Koordinator Dokumen Palsu. FA dan SA sebagai kurir uang cash di luar negeri.

KI sebagai koordinator pengumpul uang cash. Kemudian T, YPI, dan DS sebagai koordinator penarikan uang tunai. BFM sebagai pembuat dokumen palsu yaitu KTP dan rekening palsu.

Selanjutnya, FR dan AA sebagai kurir pembawa sabu.

Beroperasi di Indonesia hingga Malaysia

Sindikat peredaran gelap narkoba ini, kata Wahyu, beroperasi mengedarkan narkoba jenis sabu dan ekstasi di wilayah Indonesia dan Malaysia bagian timur.

Eks Kabaintelkam ini mengatakan, sindikat tersebut dikendalikan oleh Fredy Pratama selaku bandar besar yang juga merupakan pengendali utama (master mind).

Dia juga mengatakan, Fredy memiliki sejumlah nama samaran, seperti Maming, The Secret, Casanova, Airbag, dan Mojopahit. Fredy juga disebut sempat melangsungkan aksinya dari negara Thailand.

Yang bersangkutan ini mengendalikan peredaran narkoba di Indonesia dari Thailand," ujar jenderal bintang tiga itu Terstruktur dan rapi Menurut Wahyu, sindikat narkoba jaringan internasional Fredy Pratama bekerja secara rapi dan terstruktur.

Meski begitu, sindikat ini memiliki kesamaan modus operandinya, salah satu kesamaannya dalam hal cara komunikasi.

"Ada kesamaan modus operandi yang digunakan oleh para sindikat tersebut. Khususnya penggunaan alat komunikasi, yaitu menggunakan aplikasi Blackberry Messenger Enterprise, Threema, dan Wire saat berkomunikasi," ucap dia.

Hal ini yang akhirnya membuat Polri berhasil mengungkap anggota sindikat Fredy tersebut.

Sebab, berdasarkan hasil pendalaman sejumlah kasus narkoba yang komunikasi dengan cara itu, bermuara pada Fredy Pratama. Dari pendalaman juga diketahui, mereka juga menggunakan berbagai rekening bank.

Sindikat ini pun hanya memakai aplikasi komunikasi yang sudah diatur, bukan aplikasi yang biasa digunakan masyarakat umum.

“Sehingga dipilihlah tadi BBM Messenger, Wire, dan lain sebagainya. Ini sudah diatur semuanya. Jadi terstruktur sekali dan terorganisir sekali sindikasi ini," kata dia.

Dimiskinkan lewat TPPU

Para tersangka dalam sindikat ini tidak hanya dijerat pasal tindak pidana terkait narkotika.Beberapa di antaranya juga dijerat pasal terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Wahyu Widada mengatakan, penerapan pasal TPPU terhadap para pelaku tersebut dimaksudkan untuk memutus rantai peredaran gelap narkoba.

“Karena kalau tidak dikenakan tindak pidana TPPU mereka masih punya uang, masih berpotensi melakukan pengendalian tindak pidana peredaran gelap narkoba ini,” ucap Wahyu.

Oleh karena itu, pasal TPPU ikut disertakan untuk memiskinkan para tersangka kasus narkoba agar tidak mengulangi perbuatannya.

Dia juga berharap hal ini bisa mengurangi jumlah narkoba yang beredar di Indonesia serta memberikan efek jera kepada para pelaku.

“Prinsipnya yang melakukan tindak pidana narkoba ya nanti kita miskinkan dengan melakukan penyitaan terhadap aset-aset yang dimiliki khususnya yang berasal dari tindak pidana peredaran gelap narkoba,” tutur dia.

Untuk tersangka kasus narkoba dikenakan Pasal 114 Ayat (2) Subsider Pasal 112 Ayat (2), Juncto Pasal 132 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

Sementara itu, terhadap para tersangka terkait TPPU dikenakan Pasal 137 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Juncto Pasal 3, 4, 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU.

Selebgram asal Palembang "Ratu Narkoba"

Salah satu tersangka dalam kasus ini yang dijerat terkait TPPU adalah seorang selebgram asal Palembang, inisial APS.

APS diduga turut menikmati serta menyembunyikan aset milik suaminya yang merupakan bandar narkoba terkait peredaran gelap jaringan internasional Fredy.

Adapun suaminya saat ini tengah mendekam di Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Nusa Kambangan.

"Dari pendalaman kita mengetahui bahwa diduga tersangka APS ini ikut menikmati hasil penjualan narkoba dari suaminya yang berinisial K," ucap Kapolda Lampung Irjen Helmy Santika.

Menurut Helmy, APS ini adalah selebgram di Palembang.

Ia juga dikenal sebagai ratu narkoba. Helmy menyampaikan, sejumlah barang bukti telah diamankan dari tersangka APS.

Beberapa barang bukti itu adalah empat rumah milik APS, satu Alfamart milik APS, dan 13 unit kendaraan roda empat berbagai jenis.

"Kemudian beberapa perhiasan atau barang barang branded juga sudah kita lakukan penyitaan dan mungkin ini tidak akan berhenti sampai di sini," ucap dia.

Total Rp 10,5 triliun aset dan barang bukti

Selain menyita barang-barang dari tersangka APS, Polri menyita sejumlah aset dan barang bukti lainnya.

Selama periode 2020-2023, total ada Rp 10,5 triliun aset dan barang bukti terkait kasus tindak pidana narkoba dan TPPU yang berkaitan dengan sindikat ini.

"Nilainya cukup fantastis yaitu sekitar Rp 10,5 trilihn selama tahun 2020 sampai 2023," kata Kabareskrim Polri.

Rinciannya, sebanyak Rp 55,02 miliar aset disita dari kasus tindak pidana narkotika.

Aset ini mencakup sejumlah uang tunai, empat unit bangunan, 13 unit kendaraan, serta uang dalam sejumlah rekening. Kemudian, sejumlah ada aset senilai Rp 273,43 miliar dari hasil TPPU disita.

Aset hasil TPPU ini mencakup 8 kendaraan, uang tunia, serta saldo dalam rekening, aset Fredy di Thailand, serta 33 bidang tanah dan bangunan di berbagai wilayah Indonesia.

Selanjutnya, dari barang bukti disita 10,2 ton sabu yang apabila dirupiahkan mencapai Rp 10,2 triliun serta 116.346 butir ekstasi yang jika dirupiahkan mencapai Rp 63,99 miliar.

Adapun sebagian dari barang bukti ini juga telah dimusnahkan. Sementara itu, sebagian lainnya sedang dalam proses untuk dimusnahkan.

Fredy buron sejak 2014

Meski Fredy masih berstatus buron atau masuk daftar pencarian orang (DPO) sejak 2014, Polri memastikan akan terus mengejarnya.

“Ya kita maksimalkan juga (proses penangkapannya), ya mohon doa restunyalah. Kan posisi dia bukan di Indonesia, di luar negeri,” kata Direktur Tindak Pidana Narkoba (Dirtipidnarkoba) Bareskrim Polri Brigjen Mukti Juharsa. Mukti menyebutkan, ada kemungkinan Fredy telah mengubah wajah serta identitasnya.

Terkait keberadaan Fredy, sempat ada informasi bahwa bandar kelas kakap ini berada di negara Thailand.

Namun, pihak Kepolisian Thailand menyebut buronan kasus narkoba itu sudah berpindah negara. Kepolisian Thailand belum mau mengungkap temuan riwayat perjalanan Fredy itu kepada publik.

"Fredy Pratama telah meninggalkan Thailand. Tujuannya telah diketahui, tetapi belum bisa disampaikan kepada pers karena hal itu harus dikoordinasikan dengan Indonesia lebih dahulu,” ucap Royal Thai Police Pol Maj Gen Phanthana Nutchanart.

No comments