Breaking News

“Gowok”: Tradisi Pendidikan Seksual yang Tersembunyi dalam Budaya Jawa


Tabloidbijak.co - Di balik kain kebaya dan tembang lirih budaya Jawa, tersimpan sebuah tradisi kuno yang menggugah rasa ingin tahu: Gowok. Di masa lampau, sebelum seorang pemuda melangkah ke gerbang pernikahan, keluarganya akan menyewa seorang perempuan dewasa bernama Gowok. Bukan sekadar pengasuh atau pembimbing rumah tangga, gowok adalah guru kehidupan pengajar tentang tubuh, kasih sayang, dan seni memuaskan pasangan.

Tradisi ini bukan sekadar bualan mitos, tapi benar-benar pernah hidup dan bernapas di daerah-daerah seperti Purworejo, Blora, dan Banyumas, terutama di era sebelum modernisasi menjangkau setiap sudut pedesaan. Seorang gowok biasanya berusia antara 20 hingga 40 tahun, dipilih karena kematangan dan pengalamannya.

Selama beberapa hari, calon mempelai pria akan tinggal di rumah sang gowok. Di sana, ia bukan hanya belajar tentang teknik berumah tangga, namun juga dikenalkan pada tubuh perempuan secara langsung  bukan dari cerita atau dongeng, melainkan melalui pengalaman yang nyata namun dianggap sakral pada masanya.

Setelah "pelatihan" itu selesai, gowok akan memberikan laporan kepada orang tua si pemuda: apakah dia telah siap secara lahir dan batin untuk menjadi suami?

Makna Simbolik dalam Kata “Gowok”

Kata gowok dalam bahasa Jawa secara literal berarti lubang pada pohon tempat burung bersarang. Simbolisme ini kemudian dipadankan dengan tubuh perempuan sebagai tempat pelabuhan kasih dan kehidupan baru  representasi dari kehangatan, pelindung, dan sekaligus sumber pembelajaran.

Gowok dalam Budaya Populer

Tradisi ini, meski sekarang dianggap usang dan ditinggalkan, tetap hidup dalam karya sastra. Beberapa karya yang menyinggung tentang gowok antara lain:

“Gowok” (1936), novel etnografis karya Liem Khing Hoo yang menuai kehebohan karena keberaniannya membahas seksualitas dalam budaya.

“Nyai Gowok” (2014), karya Budi Sardjono yang mengangkat kembali kisah perempuan-perempuan yang mengabdi sebagai gowok dalam bingkai budaya dan psikologi manusia Jawa.

Gowok juga hadir secara tersirat dalam karya besar Ahmad Tohari, Ronggeng Dukuh Paruk, yang membahas sensualitas dan peran perempuan di desa kecil.

Jejak yang Terkikis, Tapi Tak Terhapus

Kini, tradisi ini nyaris lenyap ditelan zaman. Namun dalam diskusi kebudayaan dan seksualitas tradisional, nama gowok masih bergaung. Ia menjadi pintu masuk untuk memahami bagaimana masyarakat Jawa dulu menyeimbangkan antara etika, pendidikan seksual, dan tanggung jawab keluarga dalam menyambut fase kehidupan baru seorang pria. (*)

No comments